- Kebudayaan Berdasarkan Ide/Gagasan
Tari Dolalak Khas Kota Purworejo dan Kesenian Cepetan
Sejarah Singkat
Asal mula kesenian dolalak adalah akulturasi budaya barat (Belanda)
dengan timur (Jawa). Pada zaman Hindia Belanda, Purworejo terkenal sebagai daerah / tempat melatih serdadu / tentara.
Sebagaimana tentara pada zamannya, mereka berasal dari berbagai daerah, tidak
hanya Purworejo saja dan dilatih oleh tentara/militer Belnda. Mereka hidup di
tangsi / barak tentara.
Ketika mereka hidup di tangsi tersebut, maka untuk membuang
kebosanan mereka menari dan menyanyi saat malam hari, ada pula yang melakukan
pencak silat dan dansa. Gerakan dan lagu yang menarik kemudian menjadi
inspirasi pengembangan kesenian yang sudah ada yaitu rebana (kemprang) dari tiga
orang pemuda dari dukuh Sejiwan desa Trirejo Kecamatan Loano yaitu :
1. Rejo Taruno
2. Duliyat
3. Ronodimejo
Ketiga orang tersebut bersama dengan warga masyarakat yang pernah menjadi serdadu Belanda membentuk grup kesenian. Awalnya pertunjukan kesenian tersebut tidak diiringi instrumen, namun dengan lagu-lagu vokal yang dinyanyikan silih berganti oleh para penari atau secara koor. Perkembangan berikutnya setelah dikenal dan digemari oleh masyarakat, pertunjukan kesenian ini diberi instrumen/iringan dengan lagu-lagu tangsi yang terasa dominan dengan notasi do-la-la. Dalam proses perkembangannya dari pengaruh jaman dan kondisi kemasyarakatan serta penyajiannya maka kesenian ini kemudian menjadi Dolalak.
1. Rejo Taruno
2. Duliyat
3. Ronodimejo
Ketiga orang tersebut bersama dengan warga masyarakat yang pernah menjadi serdadu Belanda membentuk grup kesenian. Awalnya pertunjukan kesenian tersebut tidak diiringi instrumen, namun dengan lagu-lagu vokal yang dinyanyikan silih berganti oleh para penari atau secara koor. Perkembangan berikutnya setelah dikenal dan digemari oleh masyarakat, pertunjukan kesenian ini diberi instrumen/iringan dengan lagu-lagu tangsi yang terasa dominan dengan notasi do-la-la. Dalam proses perkembangannya dari pengaruh jaman dan kondisi kemasyarakatan serta penyajiannya maka kesenian ini kemudian menjadi Dolalak.
Kesenian tari Dolalak merupakan sabuah tarian rakyat yang menjadi
primadona tari tradisional di Purworejo. Tarian yang sudah eksis sejak sekitar 85 tahunan ini telah
merebak hampir di setiap desa di wilayah Purworejo.
Untuk kostum penari Dolalak, mengenakan layaknya pakaian serdadu
Belanda, pakaian lengan panjang hitam dengan pangkat di pundaknya, mengenakan
topi pet,dan berkacamata hitam.
Yang unik dan
paling menarik dari tari Dolalak adalah ketika penari memasuki tahap tarian
trance ( kemasukan roh halus ). Saat penari mengalami trance yang ditandai
dengan mengenakannya kaca mata hitam, penari akan mampu menari berjam-jam tanpa
henti. Selain itu gerak tariannya pun berubah menjadi lebih
energik dan mempesona. Kesadaran penari akan pulih kembali setelah
sang dukun “ mencabut “ roh dari tubuh sang penari.
.
Tarian Dolalak,
semula ditarikan oleh para penari pria. Namun dalam perkembangannya, tahun 1976
Dolalak ditarikan oleh penari wanita. Dan hampir setiap grup Dolalak di
Purworejo, kini semua penarinya adalah wanita. Jarang sekali sekarang ini
ditemui ada grup Dolalak dengan penari pria.
2. Kesenian Cepetan
Cepet adalah
kesenian tarian topeng yang menggambarkan adanya pertarungan antara manusia,
hewan, dan iblis-iblis yang ada di Karanggayam, kesenian ini juga yang paling
ditunggu-tunggu oleh masyarakat sekitar Karanggaya
Kesenian cepet
ini udah berlangsung sudah sangat lama, sejak jaman Jepang. Cepet dijadikan
sebagai hiburan serta sebagai pemujaan. Kesenian cepet ini di kembangkan oleh
sekelumit orang, dan dipertahankan oleh keturunannya saja dan yang bisa membuat
topeng cepet ini hanyalah yang ahli saja, konon katanya sebelum membuat topeng
harus mengadakan ritual-ritual terlebih dahulu.
Alkisah pada
masa Jepang berkuasa di Indonesia, rakyat mengalami penderitaan baik sandang,
pangan, dan papan yang luar biasa. Hal ini dialami juga oleh masyarakat
Karanggayam. Selain itu, bencana atau musibah berupa penyakit banyak merenggut
nyawa. Pertanian tidak bisa diandalkan. Akhirnya seorang sesepuh (tokoh
masyarakat) di daerah tersebut memerintahkan untuk bersama – sama membuka hutan
untuk lahan pemukiman dan pertanian baru. Hutan itu bernama Curug Bandung,
sebuah hutan yang dikenal sangat angker. Cobaan pun datang ketika hutan Curug
Bandung dibuka. Semua penghuni hutan, baik binatang dan mahluk halus (cepet,
brekasakan, banaspati, raksasa dan lain – lain) harus mereka hadapi. Dengan
perjuangan yang keras dan pihatin yang tinggi dari warga, sesepuh dan pemimpin
pada saat itu, akhirnya cobaan, gangguan dan ketidaknyamanan yang disebabkan
oleh penghuni hutan Curug Bandung pun bisa diatasi. tempat baru tersebut
kemudian menjadi sebuah pemukiman yang makmur dan tentram. Pertanian warga juga
berkembang baik. Penghuni hutan yang berhasil diatasi dengan daya prihatin
(tirakat) akhirnya pindah ke tempat yang lain.
Kesenian
tradisional Cepetan/Cepetan diperagakan oleh beberapa orang menggunakan kostum
yang notabene selalu ada luriknya, entah satu garis atau dua garis, dilengkapi
dengan topeng. Topeng – topeng yang dikenakan oleh masing-masing penari
menggambarkan karakter. Sebuah topeng berkarakter baik (menggambarkan manusia),
topeng lainnya menggambarkan simbol binatang (monyet, harimau, dan gajah) dan
mahluk halus (cepet, bekasakan, banaspati, raksasa/buta dan lain – lain).
Cara permainannya adalah adanya alunan musik gamelan diiringi kata-kata jawa , kemudian orang-orang yang memakai topeng masuk sambil joget-joget, terus kalo dikasih bau-bauan menyan sama api mereka bakal kesurupan, bahkan orang sekitarnya kalo misalnya kena senggol, sedikit biasanya akan kesurupan juga.
Cara permainannya adalah adanya alunan musik gamelan diiringi kata-kata jawa , kemudian orang-orang yang memakai topeng masuk sambil joget-joget, terus kalo dikasih bau-bauan menyan sama api mereka bakal kesurupan, bahkan orang sekitarnya kalo misalnya kena senggol, sedikit biasanya akan kesurupan juga.
- Kebudayaan berdasarkan kebiasaan
·
Haul
Kata “haul” berasal dari bahasa
Arab, artinya setahun. Peringatan haul berarti peringatan genap satu tahun.
Biasanya peringatan-peringatan seperti ini kebanyakan dilakukan oleh masyarakat
islam jawa, gema haul akan lebih terasa dahsyat apabila yang meninggal itu
seorang tokoh kharismatik, ulama besar atau pendiri sebuah pesantren. Rangkaian
acaranya biasanya dapat bervariasi , adapengajian, tahlil akbar, mujahadah,
musyawarah.
Adapun acara inti haul di setiap daerah tidak terlepas
dari tiga point berikut yaitu:
- Membaca al-Qur’an, dzikir dan tahlilan secara berjama’ah, serta do’a bersama.
- Mengadakan pengajian, ceramah agama, pembacaan biografi/sejarah hidup dan karomah-karomah tokoh yang dihauli.
- Menghidangkan makanan dan minuman.
Tujuan diadakannya haul
Adapun tujuan haul adalah untuk mengenang jasa dan hasil
perjuangan para tokoh yang dihauli terhadap umat dan agama.
Asal-usul haul dalam sejarah Islam
Adapun yang pertama kali mengadakan haul dalam sejarah
Islam adalah kelompok Rofidhoh (Syi’ah) yang sesat dan
menyesatkan, mereka menjadikan hari kematian Husain a pada bulan A’syuro
sebagai hari besar yang diperingati.
Menyikapi Gempa secara Tradisional
Di tanah Jawa, khususnya sebagian Jawa Tengah
dan Yogyakarta,
ada sebuah kebiasaan yang dilakukan orangtua terdahulu dalam menghadapi satu
kejadian gempa bumi. Kebiasaan yang juga merupakan cara tradisional itu, antara
lain adalah
· Memukul Kentongan
Ada beberapa alasan
orang-orang Jawa memukul kentongan, salah satunya adalah karena adanya bahaya
bencana. Dan gempa bumi yang menjadi bagian penyebab terjadinya
sebuah bencana tentu saja tak luput dari perlakuaan memukul pentongan ini.
Kentongan dipukul dengan tujuan agar banyak
warga yang mendengar menjadi lebih waspada terhadap kondisi serta cuaca yang
ada dan menjadi kode / tanda pemberitahuan sekiranya memang telah terjadi
sebuah bencana. Tanda pemberitahuan satu bencana, pemukulan kentongan dilakukan
dengan ketukan satu-satu dengan ritme yang cepat serta keras.
Memenaburkan Abu pada Telur
Kebiasaan menaburkan abu pada telur ini
menjadi tak lazim dan sangat susah dipahami. Namun bagi sebagian orang-orang
Jawa, khususnya mereka para orang tua, kebiasaan ini tetap dilakukan selepas
terjadi sebuah gempa bumi. Dan ketika ditanya, kenyataannya merka juga tak bisa
memberikan penjelasan secara pasti, selain hanya meniru kebiasaan orang-orang
terdahulu.
· Ilmiah
Ketika gempa bumi terjadi, tak sedikit hewan
juga merasa tak nyaman dengan kebiasaannya. Jika sedang diatas pohon, tentu
akan segra turun ataupun terbang. Ketika sedang tiduran tentu akan segera
bangun dan berdiri, dan seterusnya. Jiga kondisi induk ayam yang sedang
mengerami calon anak-anaknya. Sang induk akan lebih memilih pergi dari
tempatnya mengerami telur untuk mencari tempat yang dirasanya nyaman.
Pada saat sang induk ayam keluar dan tidak
mengerami telur, , tentu saja kondisi telur ayam menjadi dingin kembali. Demi
memberikan bantuan terhadap kurang panasnya suhu telur dan berguncangnya
posisi, maka dengan menaburkan abu pada telur akan memperkecil kegagalan
menetasnya sang telur.
-
Kebudayaan berdasarkan fisik
1. Candi Mendut
Ciri-Ciri nya :
Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.
Candi Mendut adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur.
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
3. Candi Ngawen
Ciri-Ciri nya :
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.
Daftar Pustaka
Astianto, Meni, Filsafat Jawa,
Yogyakarta: Warta Pusaka, 2006
Fattah, Abdul, Tradisi
Orang-Orang NU, Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2006.
Hasan, Tholhah, Aswaja Dalam
presepsi Dan Tradisi NU, Jakarta: Lantabora Press, 2003.
Jamil, Abdul dkk, Islam &
Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2002.
0 komentar:
Posting Komentar